Jam mobil saya menunjukan pukul 12.30 malam. Kami berdua masuk ke dalam mobil dan mengarah langsung keluar kampus. Pada tahun 1993, UI, dan jalan sepanjang Lenteng Agung dan Tanjung Barat tidak seperti sekarang, sangat sepi dan gelap. Tidak ada bangunan-bangunan besar disepanjang jalan seperti saat ini. Masih banyak pepohonan lebat dan ada kuburan di sebelah kiri jembatan kecil.
Setelah kami mengambil jalan belok ke kiri dari Gerbatama UI, kami melewati jalan lama yang berkelok melewati jembatan. Pada tahun 1993 belum ada jalan tembus dari Gerbatama ke Universitas Pancasila. Saya menyalakan lampu besar karena sangat gelap sekali. Pada saat ingin melewati jembatan, Terdapat sesosok kuntilanak yang sedang duduk di bahu jembatan.
Teman saya berkata.
"Jo, lu liat kuntilanak lagi duduk nggak barusan?"
Saya hanya terdiam, merinding ketakutan. Saya melihat juga apa yang dilihat oleh teman saya itu. Namun lebih dari itu, ketika teman saya mengatakan hal tersebut saya melihat ke spion belakang. Celaka! Kuntilanak Tersebut duduk di kursi belakang mobil kami.
Saya-pun menelan ludah, gemetar dan tidak berani lagi untuk melihat ke arah spion.
Dalam hati saya berkata kepada kuntilanak itu.
"Kalau lu mau nebeng ikut, silahkan aja tapi jgn ganggu kita"
Ketika saya mengatakan hal tersebut teman saya baru sadar dan terlihat gugup. Kami berdua tidak ada yang berani untuk mengatakan apapun, terus terdiam sepanjang perjalanan.
Sepanjang perjalanan diiringi pohon-pohon besar, jalanan yang gelap dan sepi sekali saya terus mengemudi dan dipenuhi oleh bayang-bayang kuntilanak di kursi belakang. Saya tidak tahu apakah dia masih menumpang dibelakang atau tidak. Tapi batin saya merasakan bahwa ia masih, masih duduk dibelakang dan mengintai setiap gerak-gerik kami. Anehnya selama perjalanan dari saya bertemu dengan kuntilanak, saya tidak menemukan satupun mobil yang berjalan ke arah sama dengan kemana kami pergi.
Akhirnya ketika kami sampai di Pasar Minggu, hawa mistis dari penumpang belakang sudah hilang, karena jalanan sudah mulai ditemukan orang-orang dan mobil-mobil lain di daerah Pasar. Saya pun memberanikan diri untuk melihat ke spion belakang dan ternyata benar kuntilanak tersebut sudah turun entah dimana. Saya pun bercanda untuk mengubah suasana dalam mobil yang horror.
"Sialan itu Kunti, udh nebengnya diam-diam lalu turun kaga bayar ongkos lagi..!!"
Kami berduapun tertawa. Setelah kami sampai dirumah teman saya, kami memutuskan untuk tidak kembali ke kampus hingga fajar menyingsing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar